Desa Giri Emas merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Sawan, kabupaten Buleleng, Bali, Indonesia. Keberadaan desa ini dibentuk dari pemekaran Desa Sangsit pada tanggal 14 November 2005. Dengan Batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut sebelah utara adalah laut bali, sebelah selatan adalah desa jagaraga, sebelah barat adalah desa sangsit dan sebelah timur adalah desa bungkulan. Desa giri emas dikenal sebagai salah satu daerah yang memiliki hasil bumi yang sangat melimpah, Selain hasil bumi yang dimiliki desa giri emas tersebut, juga memiliki tradisi yang sangat unik yang sudah ada sejak jaman dahulu, tradisi tersebut dikenal dengan sebutan BUKAKAK.
Nama Bukakak berasal dari kata Lembu (lambang Siwa) dan Gagak (lambang Wisnu). Bukakak diwujudkan sebagai seekor burung garuda/paksi yg terbuat dari ambu/daun enau muda serta dihiasi bunga kembang sepatu/pucuk bang. Sarana yang ditempatkan di dalam Bukakak itu adalah seekor babi (lambang Dewa Sambhu) yg diguling hanya bagian punggungnya saja sedangkan bagian bawah dibiarkan mentah, sehingga babi tersebut memiliki 3 warna: merah/bagian matang, hitam/bagian yg masih ada bulunya (Dewa Wisnu), & putih/bagian yg masih mentah dan bulunya telah dihilangkan (Dewa Siwa). Jadi Bukakak sendiri merupakan simbol perpaduan antara sekta Siwa, Wisnu dan Sambhu.
Bukakak ini dibuat di pagi hari tepat di hari-H. Setelah selesai, krama desa berkumpul di Pura Pasek/Pura Subak untuk memulai rangkaian Bukakak tersebut. Warga desa yang dipilih untuk mengusung Bukakak/sarad ageng tersebut adalah mereka yang sudah dewasa, sedangkan mereka yang masih remaja diperbolehkan mengusung sarad alit, Orang Dewasa (12 th keatas) menggunakan pakaian putih kuning untuk ngogong 'sarad alit', sedangkan yg laki-laki berumur 17th ke atas menggunakan pakaian putih merah untuk ngogong 'sarad ageng/bukakak'. Warna putih merah bermakna sebagai simbol darah dan getah kedua warna tersebut merupakan simbol kesatuan semesta. Sedangkan warna putih kuning sebagai tunas kehidupan yang diharapkan kelak bisa hidup dengan sempurna. Mayoritas laki-laki akan berdandan seperti mencoret-coret wajahnya sesuai tradisi.
Sebenarnya Bukakak sendiri merupakan bagian dari Upacara Ngusaba, bukan puncak acara. Diibaratkan Dewa yg berstana berkunjung ke pura-pura yang diingankan setelah puncak acara (ditentukan dengan Nuntun). Hanya saja karena euforianya tinggi & berbeda dari daerah lain, maka Ngusaba Desa Giri Emas lebih dikenal dengan BUKAKAK.
Singkatnya, berikut rangkaian upacara Ngusaba/Bukakak :
1. Melasti/Melis/mekiis (5hari sebelum puncak acara) merupakan pembersihan dan penyucian benda sakral milik pura(pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya).
2. Ngusaba Uma, ngusaba di pura panti dan ngusaba di pura gaduh
3. Ngembang dan Nuntun (3 hari sebelum Bukakak) merupakan proses memohon petunjuk dengan jalan dialog secara supra natural oleh jro mangku pura dalem
4. Menaikkan Dangsil yang berbentuk kerucut yang terbuat dari pohon pinang dengan rangkaian bambu dan daun enau muda dengan diiringi gamelan Tik Nong dan dilanjutkan dengan Ngusaba dipura Segara dan pura Dalem.
5. Puncak acara (Ngusaba Gede)
6. Bukakak
7. Menarikan “plaus” sebagai ucapan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena acara Bukakak tersebut sudah berjalan dengan lancar.
Upacara Bukakak digelar dua tahun sekali, pada bulan April atau tepatnya bulan purnama sasih kedasa menurut kalender Bali. Masyarakat yang melakukan upacara ini adalah krama subak dan krama desa setempat yang memegang teguh adat-istiadat dan kepercayaan secara turun-temurun yang diwariskan leluhur, Upacara ini telah dilakukan sejak jaman dahulu setahun sekali, tetapi karena terkendala biaya, maka upacara ini dilakukan dua tahun sekali.
Digelarnya tradisi Bukakak tersebut bertujuan untuk mengucapkan terima kasih kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam manifestasinya sebagai dewi Kesuburan, atas kesuburan tanah dan segala hasil pertanian yang melimpah. Wilayah desa Giri emas memang memiliki areal pertanian yang luas, subur dan gembur, sebagian besar warganya berprofesi sebagai petani, sehingga tidak mengherankan juga tradisi Ngusaba Bukakak ini berkembang baik sampai sekarang ini. Apalagi memang warga Bali terutama umat Hindu memang sangat menjaga nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhurnya.