SINGARAJA–Warga masyarakat Desa Pekraman (Adat) Sangsit Dangin Yeh, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali menggelar kegiatan ritual berskala besar yang disebut ngusaba bukakak.
Kegiatan ritual melibatkan seluruh warga masyarakat setempat dilakukan bertepatan dengan Hari Suci Galungan, hari kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adhrma (keburukan), Rabu Petang.
Kegiatan ritual digelar secara berkesinambungan dua tahun sekali dipusatkan di Pura Subak Sangsit. Warga setempat secara bergotong royong membuat “bukakak” sebagai simbol rasa syukur atas panen pertanian yang melimpah.
Rangkaian kegiatan ritual tersebut di antaranya prosesi “Melis” yakni membersihkan benda-benda yang disakralkan sampai dengan mengusung “sarad” yakni kue ukuran besar ke Pura Gunung Sekar yang berlokasi di sebelah timur Kantor Perbekel Giri Emas.
“Sarad” yang digotong bersama itu ketika sampai di Pura Gunung Sekar, para pria mengusung “bukakak” diperciki tirta oleh pemangku pura setempat.
Tak lama setelah diperciki tirta, warga langsung berlari sekuat tenaga ke pura subak dan berebut untuk mengusung “bukakak”.
Namun sebagian warga lainnya ada yang menunggu di Pura Gunung Sekar dan membuat formasi “rantai manusia” agar “bukakak” lebih mudah diusung ke jaba Pura Gunung Sekar.
Setelah melewati serangkaian upacara di Pura Gunung Sekar, “bukakak” kembali diusung turun ke jalan raya. Setelah di jalan raya, Ida Batara yang sudah tedun di “bukakak” akan menunjukkan jalan dan warga yang mengusung hanya bisa mengikuti ke mana keinginan Ida Batara.
Kelian Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh, Jro Ketut Setiawan menjelaskan, tradisi ngusaba “bukakak” merupakan tradisi yang dilakukan turun temurun.
Ngusaba dilakukan sebagai wujud ungkapan terima kasih kepada Ida Batara atas hasil panen yang melimpah.
Menurut Setiawan, sebenarnya “ngusaba bukakak” dilakukan setahun sekali pada purnama kadasa. Tapi biayanya cuku besar. Sekali ngusaba minimal habis Rp60 juta, sehingga diputuskan untuk dilakukan dua tahun sekali.
SINGARAJA–Warga masyarakat Desa Pekraman (Adat) Sangsit Dangin Yeh, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali menggelar kegiatan ritual berskala besar yang disebut ngusaba bukakak.
Kegiatan ritual melibatkan seluruh warga masyarakat setempat dilakukan bertepatan dengan Hari Suci Galungan, hari kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adhrma (keburukan), Rabu Petang.
Kegiatan ritual digelar secara berkesinambungan dua tahun sekali dipusatkan di Pura Subak Sangsit. Warga setempat secara bergotong royong membuat “bukakak” sebagai simbol rasa syukur atas panen pertanian yang melimpah.
Rangkaian kegiatan ritual tersebut di antaranya prosesi “Melis” yakni membersihkan benda-benda yang disakralkan sampai dengan mengusung “sarad” yakni kue ukuran besar ke Pura Gunung Sekar yang berlokasi di sebelah timur Kantor Perbekel Giri Emas.
“Sarad” yang digotong bersama itu ketika sampai di Pura Gunung Sekar, para pria mengusung “bukakak” diperciki tirta oleh pemangku pura setempat.
Tak lama setelah diperciki tirta, warga langsung berlari sekuat tenaga ke pura subak dan berebut untuk mengusung “bukakak”.
Namun sebagian warga lainnya ada yang menunggu di Pura Gunung Sekar dan membuat formasi “rantai manusia” agar “bukakak” lebih mudah diusung ke jaba Pura Gunung Sekar.
Setelah melewati serangkaian upacara di Pura Gunung Sekar, “bukakak” kembali diusung turun ke jalan raya. Setelah di jalan raya, Ida Batara yang sudah tedun di “bukakak” akan menunjukkan jalan dan warga yang mengusung hanya bisa mengikuti ke mana keinginan Ida Batara.
Kelian Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh, Jro Ketut Setiawan menjelaskan, tradisi ngusaba “bukakak” merupakan tradisi yang dilakukan turun temurun.
Ngusaba dilakukan sebagai wujud ungkapan terima kasih kepada Ida Batara atas hasil panen yang melimpah.
Menurut Setiawan, sebenarnya “ngusaba bukakak” dilakukan setahun sekali pada purnama kadasa. Tapi biayanya cuku besar. Sekali ngusaba minimal habis Rp60 juta, sehingga diputuskan untuk dilakukan dua tahun sekali.
by: OM