Sejarah
Desa Sawan
Menurut dari beberapa informan bahwa Desa Sawan pada waktu silam pernah dihuni oleh penduduk yang daerahnya disebut daerah pekarangan.
Pada suatu saat daerah pekarangan tidak betah tinggal di Desa Sawan saat ini, karena ditimpa wabah penyakit yaitu sejenis penyakit gatal-gatal.
Kemudian datanglah Jero Dukuh yang selanjutnya mengadakan perundingan dengan Jero Dukuh Putra Gunung Raung yang menganggap Desa Sawan
seolah-olah sebagai muara pertemuan dari Desa Bebetin dan Desa Menyali sehinga menyebut Desa Sawan dengan nama Desa Sari Serodan.
Pada suatu masa datang ke desa tersebut I Gusti Ngurah Panji Sakti menjumpai Jero Dukuh, selanjutnya berhenti di areal Pura Gubung Raung (Pura Batu Bolong).
Dalam pertemuan tersebut I Gusti Ngurah Panji Sakti tidak menyetujui nama Sari Serodan, sebab setelah beliau melakukan surve disekeliling desa ini,
Beliau menemukan kerangka manusia di areal Pura Desa yang ada sekarang ini, di Areal Banjar Muniara dan di areal Desa Pakarangan (disekitar Pura Batu Bolong),
karena itu nama Desa Sari Serodan diganti denagan nama Desa Sawan yang berasal dari kata “sawa” ( kerangka manusia) (Sutedja, dkk,1988-1989:2).
Di Pura Batu Bolong terdapat batu-batu besar yang merupakan peningalan purbakala.
Dimana batu-batu besar tersebut keluar air yang menurut informasi bahwa air tersebut bersumber dari sebuah batu bolongyang berada di bawah batu-batu besar tersebut.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat bahwa tempat tersebut merupakan tempat memohon keselamatan bagi orang yang sedang sakit supaya cepat sembuh.
Batu–batu tersebut digunakan sebagai alas pembuat ramuan obat-obatan bagi mereka yang sedang sakit (Sutedja, dkk,19881989:3-5).
KEUNIKAN PURA BATU BOLONG
Singaraja, Desa Sawan - Banjar Dinas Kanginan, Kecamatan Sawan, Kabupaten
Buleleng, daerah pesisir utara Pulau Bali memiliki potensi wisata yang unik
dan menarik yakni batu berlubang yang mengeluarkan air dan kolam besar
dengan air berwarna biru.
"Potensi wisata yang berlokasi di sekitar wilayah Pura Batu Bolong itu belum
banyak dikenal wisatawan dalam dan luar negeri, yang diharapkan dapat ditata dan dikembangkan sedemikian rupa untuk menjadi objek wisata yang menarik bagi
wisatawan nusantara maupun mancanegara," kata Kepala Desa (Perbekal) Sawan,
Kabupaten Buleleng, Nyoman Wira, Senin.
Ia mengatakan, kawasan Pura Batu Bolong sebenarnya sejak lama telah dikelola
desa menjadi daya tarik wisata, namun belum dikelola secara maksimal. Sudah
banyak wisatawan yang mengunjungi kawasan itu, karena tempatnya indah dan tenang.
Untuk mengelola objek wisata itu secara sungguh-sungguh, menurut Nyoman Wira
sudah memasukkan pengembangan pariwisata itu dalam rencana kerja
pemerintahan desa. Untuk itu pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas
Pariwisata Kabupaten Buleleng, terutama untuk promosi dan menambah sarana yang diperlukan.
Kondisi di kawasan Pura Batu Bolong memang dipenuhi pohon-pohon besar.
Menurut cerita dari para tetua, pura itu masuk dalam cagar budaya dan
merupakan pura tertua di Desa Sawan. Untuk itu nanti bisa dikembangkan
sebagai pariwsata alam, spiritual dan pengobatan.
Selain keindahan dan kesejukan alam, di Pura Batu Bolong juga terdapat tempat
"pelukatan" atau tempat membersihkan diri secara skala maupun niskala.
Banyak warga dan wisatawan yang datang untuk melakukan "pelukatan", apalagi
air kolam yang berwarna biru itu dipercaya bisa menyembuhkan berbagai
penyakit kulit.
Nyoman Wira menambahkan air kolam itu memang kelihatan berwarna sangat biru,
namun jika diambil airnya sangat jernih. "Belum ada yang mengetahui dengan
pasti kenapa air kolam itu kelihatan berwarna biru," katanya.
Untuk itu, Nyoman Wira berharap ada instansi atau lembaga yang melakukan
penelitian terhadap air di kolam tersebut. "Kami juga akan berkoordinasi
dengan instansi terkait di pemerintah agar air di kolam itu bisa diteliti,
Desa sawan merupakan salah satu Desa yang mempunyai kumpulan warga pande besi
pembuatan gamelan maupun peralatan tani seperti sabit, pisau dan sejenisnya. Keahlian
penduduknya dalam pembuatan gong menjadikan Desa ini menjadi terkenal sebagai salah
satu sentra pembuatan gamelan ( gong bali ) di Buleleng. Para perajin menekuni produksi
gamelan ini secara tradisional.
Meskipun letaknya cukup jauh dari keramaian kurang lebih 16 kilometer dai pusat kota
Singaraja, akses untuk menuju Desa ini cukup mudah di jangkau dari berbagi arah dan
kendaraan. Sentra pembuatan gong bali tepatnya berada di Dusun Kawanan, Desa Sawan.
Dari proses peleburan, pencetakan, pemanggangan, penyeteman hingga finishing bisa kita
saksikan secara keseluruhan di sini. Seluruh proses ini juga bisa dikembangkan menjadi
obyek wisata tradisional, jika dimaksimalkan dengan baik oleh Pemerintah Desa maupun
Kabupaten Buleleng.
Di Desa Sawan hanya terdapat 6 perajin gamelan yang masih bertahan hingga saat ini. Karen
beberapa pemilik home industri gamelan rontok akibat kondisi ekonomi yang kurang stabil.
Salah satu tempat pembuatan kerajinan gamelan ( gong bali ) yang masih bertahan hingga
saat ini adalah Surya Nada.
Bengkel gamelan Surya Nada milik Made Suanda sudah eksis sejak lama. Usaha kerajinan
gamelan Bali sudah digelutinya dari turun temurun, dan keterampilan ini di dapatkan dari
Bapaknya yang juga dulunya perajin gong.
Saat ini memperkerjakan 8 orang pekerja di bengkel gamelannya, setiap orang sudah
mempunyai keterlampiran masing-masing. Gamelan adalah produk yang awet, tentu harga
seperangkat gamelan lengkap itu ditawarkan dengan harga yang cukup mahal, tergantung dari
jenis bahan yang digunakan.
“ Usaha ini merupakan warisan turun temurun melanjutkan uasah orangtua, dimulai ketika
berusia 18 Tahun ikut bekerja membantu membuat gamelan, saat ini memperkerjakan 8 orang
karyawan dan sudah memahami tugas masin-masing, ada yang bertugas memotong besi, ada
yang mengelas, menggerinda, ada spesialis perunggu, ukurin kayu, tukang cat, tukang
gendang, dan lainnya. Mengenai harga, satu set gamelan harganya beragam tergantung jenis
bahan bakunya. Untuk bahan perunggu misalnya, mencapai Rp. 350 juta sedangkan besi lebih
murah yaitu sekitar Rp. 100 juta. Ada gong angklung, gong pecak khas bali utara dan juga
gong gantung. Pesanan datang bukan hanya dari Bali bahkan dari Kupang, Nusa Tenggara
Timur.
Keterbatasan modal menjadi kendala yang menyebabkan banyak pengerajin gamelan di Desa
Sawan akhirnya gulung tikar, memilih mundur dan kembali menggarap sawah dan hal ini
biasanya dialami oleh para perajin yang bermodal kecil.
“ Home industri yang kami kelola saat ini tetap harus dilanjutkan. Bukan karena alasan
ekonomi semata, sebab gamelan itu merupakan sebuah Taksu, Warisan Budaya dan kami
wajib melestarikan, tegas Made Suanda.
Hal sedana juga di ungkapkan Perbekel Sawa, Nyoman Wira, gamelan adalah produk yang
awet, dengan permintaan yang tidak begitu besar. Diperparah, harga gamelan juga cukup
tinggi. Problem tersebut biasanya yang di rasakan para perajin gamelan. Karena itu, mereka
yang bermodal minim terpaksa harus mundur.
“ Secara umum kendala yang dihadapi para pengerajin yang ada di Desa Sawan adalah
masalah permodalan. Harapakan kami, Pemerintah Kabupaten Buleleng sudikiranya untuk
membantu permodalan baik lewat UMKM atau Koperasi, apalagi saat ini di Desa Sawan telah
berdiri Koperasi Pandya Darma Mandala yang baru beranggotakan 25 orang dan anggota
Koperasi itu khusus pengerajin Pande yang ada di Desa Sawan” ungakap Pebekel Sawan
Nyoman Wira.