DESA JAGARAGA
Jagaraga adalah sebuah desa
yang terletak di Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, Indonesia.
Desa ini memiliki rata-rata ketinggian 125 meter dari permukaan laut. Pada
tahun 1848, di tempat ini terjadi perang puputan melawan bangsa Belanda di
bawah pimpinan Pangeran Anak Agung Jelantik
Sejarah Desa JagaragaMenurut Drs. Jero Mangku I Nyoman Kanca
selaku KetuaPHDI desa Jagaraga, beliau menuturkan: pada mulanya Desa
Jagargaadalah wilayah kekuasaan Ki Pasek Menyali yang wilayahnya dariLemukih
sampai Bungkulan. Pada saat itu Ki Pasek Menyali berdian diDesa Bungkulan dan
mempunyai seorang anak perempuan bernama NiLuh Pasek yang amat menawan hati ,
kemudian datanglah kesatria dariBangli mampir di rumah Ki Pasek Menyali. Lama
waktunya untuk berkenalan kemudian timbul rasa cintanya ksatrya kepada Ni
LuhPasek untuk dijadikan istri. Ksartya tersebut lanjut melaksanakan perkawinan
karena janjinya akan menetap disana tanpa sepengetahuankeluarganya di Bangli,
Akhirnya Ni Luh Pasek diberikan warisan disebelah utara yang sekarang disebut
Subak Pungakan. MengingatKsatrya tersebut kawin tanpa ijin keluarga maka
derajatnya(kewangsannya) diturunkan menjadi Pungakan., Mengingat PasekMenyali
ini hanya memiliki seorang putri saja kemudian wilayahBungkulan diserahkan
kepada menantunya. Ki Pasek Menyali berkeingiinan melaksanakan perjalanan
spiritual kearah selatan dan berdomosili di Desa Menyali . Dilihat dari bukti
sejarah bekas peninggalan Ki Pasek Menyali adalah Pura Subak Bungkulan
yangsekarang dijadikan Pura Desa Bungkulan, Pura Puseh dan PuraSanghyang Celeng
berada di sebelah timur Pura Dalem Jagaraga,PuraMas tempat Ki Pasek mengadakan
Tapa berada di Sebelah selatanDesa Jagaraga
Tabanan, Karangasem di bawah pimpinan patih I Gusti Ketut Jelantik
yang jabatannyasebagai Mahapatih di kerajan Bulleng. Dari desa Suka Pura ini I
Gusti Ketut Jelantik dibantuoleh I Gusti Nyoman Jelanttik membuat kebulatan
tekad akan mempertahankan Buleleng dari
penjajahan Belanda di
sebuah Pura Dalem dengan istilah “Sagara Madu”.
Sehingga sampaisekarang
terkenal Pura dalem Jagaraga menjadi Pura Dalem Sagara MaduMengingat nama dua
kesatria sama maka I Gusti Nyoman Jelantik memakai namaGelar I Gusti Lanang Sura
yang artinya berani berperang dalam pertempuran melawan musuhdemi mmenegakkan
kesatrian membela Negara. Gelar beliau adalah sebuah kain putih paican
Bhatara Dalem yang disebut “Gngsir”
, sehingga gelar I Gusti Nyoman Jelantih diebut
“Jelantik Gingsir” yang fungsinya mampu menyelamatkan diri bila
prajurit ditutupi gingsir
tersebut. Kemudian masyarakat Desa Beji sering memberi isyarat ke
Suka Pura untuk selaluwaspada menjaga diri mengingat Belanda akan mengadakan
pertempuran,kemudian timbul bisikan jagaraga dan lama kelamaan desa Suka Pura
berubah nama menjadi desa jagaraga.Pada tanggal 8 Juni 1848 Belanda melancarkan
serangan terhadap benteng Jagaragadengan melancarkan tembakan-tembakan meriam
dari atas kapal maupun dari pantai sangsit,di dalam penyerangan Belanda yang
pertama ini banyak di pihak pasukan Belanda yanggugur. Karena pihak Belanda
belum mengetahui siasat perang laskar Bali pada saat itu.Laskar Jagaraga
melalui perbentengan sebelah timur (supit urang kanan) dapat memukul pasukan
Belanda sehingga terputus, dengan demikian daerah Bungkulan dapat di kuasai
olehlaskar Jagaraga. Di dalam peperangan babak pertama ini pasukan Belanda
dapat terpukulmundur dengan meninggalkan banyak korban.Pada tanggal 15 April
1849 di bawah pimpinan Mayor Jendral Michiels dan LenanKolonel de Brauw
mendarat di pantai Sangsit dan langsung mengadakan serangan.Berdasarkan
pengalaman pada masa yang lalu, kali ini penyerangan Belanda di lakukan dari
dua arah yaitu dari depan dan dari belakang, semuanya berada di
luar perbentengan supiturang. Akhirnya Belanda berhasil mengurung benteng
Jagaraga dengan demikian LaskarJagaraga terasa terjepit. Walaupun dengan segala
keberanian rakyat Jagaraga berperangmelawan tentara Belanda, karena pasukan
Belanda kali ini sangat banyak dengan persenjataan yang sangat modern. Patih
Jelantik berusaha untuk mundur untuk mencari bala bantuan ke Karangasem dan
pertempuran dilanjutkan oleh istrinya Jero Jempiring dibantuoleh I Gusti Lanang
Sura (Nyoman Jelatik), dengan gigih tetap maju dalam peperangan,dengan
menghunus dua bilah keris satu di tangan kiri dan satu di tangan kanan,
JeroJempiring berteriak-teriak memanggil Laskar Bali yang terdesak mundur;
dengan seruan
“Orang
laki-laki akan hilang
kelaki-lakianya apabila mundur dari medan pertempuran
”
. Apagunanya membuat pura yang dipuja setiap hari, apabila
sekarang dibiarkan Belandamencemarkanya. Ucapan yang tajam keras dan tegas
serta di ucapkan pada saat yang tepat inimemberikan akibat psykhologis yang
mempersonakan pada semangat laskar Bali yangmundur tersebut. Lanang Sura juga
memeberi semangat ksatrian dengan slogan
“Ksatrya matidalam perang akan menuju sorga”sambil menghunus keris
Langlang Tanda paican Bhatara
Kawitannya dari Pura Gunung Sekar.Tiba-tiba pasukan disekitar Jro
Jempiring yang dengan jelas dapat mendengar teriakannya itu berbalik ke depan
dan diikuti oleh kawan-kawan seperjuangannya yang lain gelombang demigelombang,
mereka mengamuk karena terbakar oleh emosi dan telah kehilangan rasatakutnya
dan akhirnya Jero Jempiring dan I Gusti Lanang Sura gugur dalam peperangan
.Beberapa orang yang sempat mengundurkan diri bersama-sama Patih Jelantik
menuju daerahKarangasem dengan maksud mencari bantuan, ternyata dalam
perjalanan itu tiba-tibaterbunuh.
Dalam peperangan babak ke dua ini akhirnya benteng Jagaraga jatuh ke tanganBelanda pada tanggal 19 April 1849 dengan memakan korban yang cukup besar pada ke dua belah pihak.
Sejarah Pura Dalem Segara Madu
Pura Dalem Jagaraga sudah ada sejak masa kepemimpinan I Gusti
Nyoman Jelantiksebagai inteljen raja Buleleng I Gusti Ngurah Made Karangasem
pada abad ke-17 saatterjadinya Perang Jagaraga beliau menunjuk salah satu
patihnya yang bernama I Gusti KetutJelantik untuk membangun sebuah benteng yang
kokoh dengan sistim pertahanannya yangsangat kuat yang di sebut dengan dengan
pertahanan Supit Urang yang bertempat di sebelahutara Pura Dalem desa Jagaraga,
dengan maksud perwujudan sistem pertahanan "Skala-niskala"
religius-spiritual.Dan posisi benteng Jagaraga rletak di sebelah utara Pura Dalem
Jagaragat dianggapsebagai lini terdepan dalam kawasan kekuasaan / sakti Dewa
Siwa sebagai manifestasiTuhan yang melambangkan pralina bagi musuh atau Belanda
yang berani menyerbu desa ini.Kata Segara Madu mengandung arti sebagai tempat
kebulatan tekad, segara yangartinya gelombang-gelombang energy kekuatan para
prajurit dalam melakukan peperangan,dan Madu artinya gabungan kekuatan prajurit
Bali berkumpul di Jagaraga. Antara lain prajurit kerajaan Badung, Karangasem,
Klungkung, Jembrana, Gianyar dan Buleleng dalammenghadapi Belanda yang bermarkas di Desa Jagaraga.
Disinilah laskar Bali di bawah
pimpinan IGusti Ketut Jelantik dan istrinya Jero Jempiring bersumpah untuk
mempertankan benteng Jagaragadari serangan pasukan Belanda. Dan untuk mengenang
dari perang puputan jagaraga dan semangat juang dari laskar-laskar Bali dalam
mempertahankan benteng sekaligus kesucian Pura dari pasukanBelanda, maka Pura
Dalem Desa Jagaraga berinama
PURA DALEM JAGARAGA
Pura Dalem Jagaraga disebut juga Pura Dalem Segara Madhu merupakan
sebuah pura yang terletak di Desa
Jagaraga, Kecamatan
Sawan, Buleleng, sekitar 11 km sebelah timur
Kota Singaraja, di pinggir jalan jurusan
Singaraja-Sawan. Desa ini terkenal dengan “Puputan Jagaraga” perang melawan Belanda pada tahun 1849 dibawah komando I
Gusti Ketut Jelantik
Lingkungan
Pura Dalem ini memiliki keunikan tersendiri yaitu relief mobil kuno yang dikendarai oleh orang yang
bersenjata, relief pesawat jatuh, relief orang
Belanda minum bir dan lain-lain. Juga patung “Men Brayut” cerita
rakyat Bali
tentang seorang ibu dengan anak banyak yang masih kecil bergayutan minta
digentong semua. Pura ini tak bisa ditemukan di lain tempat di Bali.
Ukiran[]
Pura Dalem
Pura Dalem Jagaraga ialah salah satu pura yang
penuh dengan daya tarik bagi wisatawan yang mengunjunginya. Pura ini merupakan
salah satu dari lingkungan Pura Kahyangan Tiga Jagaraga yang
secara umumnya memiliki ciri-ciri yang sama dengan Pura Dalem lainnya di Bali
seperti lokasinya yang dekat dengan kuburan, memiliki hiasan-hiasan patung yang berwajah
seram dan menakutkan yang diantaranya patung Batari
Durga yang
terkenal.
Pura Dalem Jagaraga (Pura Dalem Segara Madu)
dikenal karena ornamennya yang tidak
biasa. Ukir-ukiran pura ini menceritakan kehidupan masyarakat
Bali sebelum
dan setelah kedatangan bangsa Belanda. Di relief pura ini
terlihat juga antara lain
pesawat terbang yang
jatuh ke laut, kapal laut yang diserang monster laut dan mobil dengan
pengendaranya yang mungkin menceritakan kehidupan bangsa Belanda pada zaman
itu. Selain itu dapat ditemui juga ukir-ukiran yang menggambarkan mitologi Bali,
seperti Rangda yang merupakan
penyihir jahat dalam mitologi Bali
Monumen Jagaraga sebagai sebuah perlambang
peringatan akan perang 'Puputan' Jagaraga pada 1849 lalu dengan tokohnya yang
terkenal yakni I Gusti Ketut Jelantik dan Jero Jempiring," kata Bupati
Buleleng Putu Agus Suradnyana ketika melakukan peletakan batu pertama di lokasi
pembangunan monumen, Senin (1/8).
Ia mengatakan, Monumen Jagaraga berdiri
di atas areal kurang lebih setengah hektar dengan tinggi 15 meter menghadap ke
utara. Nantinya dibangun patung besar dua tokoh Perang Jagaraga tersebut.
Pahlawan pertama yakni Patung Patih Gusti Ketut Jelantik dan Jero Jempiring
sebagai tokoh yang punya peran penting dalam perang Puputan Jagaraga di Desa
Jagaraga, Kecamatan Sawan pada tahun 1849," paparnya.
Agus menambahkan, pembangunan monumen
dilaksanakan PT Tunas Jaya Sanur dilaksanakan selama 180 hari dengan rincian
anggaran mencapai sekitar Rp 13,8 miliar.
Ketua DPC PDIP itu menambahkan,
pembangunan monumen merupakan salah satu bentuk komitmen kuat Pemkab Buleleng
untuk menanamkan nilai kepahlawanan dan perjuangan dalam diri masyarakat.
"Selain sebagai lambang pertempuran yang dipimpin oleh Patih I Gusti Ketut
Jelantik, monumen Perang Jagaraga ini juga diperuntukan sebagai sarana
pembelajaran pengenalan sejarah," ungkapnya
Dikatakan pula, monumen juga untuk
mengenang jasa para pahlawan yang gugur dalam peperangan melawan penjajah.
"Kami juga berharap pembangunan monumen itu bisa menginspirasi masyarakat
untuk meningkatkan kualitas diri," ungkapnya.