(0362) 21746
camatsawan50@gmail.com
Kecamatan Sawan

Sejarah dan Keunikan Desa Bungkulan

Admin sawan | 21 Juni 2022 | 258 kali

SELAYANG PANDANG DESA BUNGKULAN

·         Legenda dan Sejarah Desa

Desa Bungkulan jaman dahulu merupakan daerah belantara, daerah ini merupakan wilayah kekuasaan Jro Pasek Menyali, sedangkan disebelah timur Tukad Aya/Desa Kubutambahan menjadi wilayah kekuasaan Jro Pasek Bulian.

Bermula dari kedatangan I Gusti Ngurah Tambahan ke Bulian, beliau berasal dari Desa Tambahan Bangli, Pada saat kedatangan I Gusti Ngurah Tambahan diwilayah Bulian, wilayah tersebut tertangganggu keamanannya Pasek Bulian mohon bantuan kepada I Gusti Ngurah Tambahan untuk memulihkan keamanan diwilayah tersebut. Berkat kesaktian I Gusti Ngurah Tambahan dan sebilah keris pusakanya yang bernama KI BAAN KAU, keamanan wilayah tersebut pulih kembali. Atas jasanya kemudian Jro Pasek Bulian memberikan tempat tinggal tetap kepada I Gusti Ngurah Tambahan yaitu ditepi “ siring kauh “ wilayah Bulian ( dipinggir sebelah timur tukad Aya ), disanalah I Gusti Ngurah Tambahan mulai membuka lahan persawahan.

Setelah peristiwa tersebut diatas,datanglah Jro Pasek Menyali yang berkuasa disebelah barat tukad Aya, menghadap kepada jro Pasek Bulian. Pasek Menyali memaparkan maksud kedatangannya bahwa seorang Denawa yang disebut Menaru sering mengganggu ketentraman penduduk, terutama pada waktu diadakan upacara ngusaba desa,dimana penari rejang paling akhir ( kitut rejang ) sering diculik / dilarikan oleh I Menaru sehingga upacara menjadi tertanggu dan masyarakat ketakutan.

Pasek Bulian kemudian menunjukan orang yang mungkin bisa membantu memulihkan keamanan Pasek Menyali yaitu : I Gusti Ngurah Tambahan setelah mendapatkan kesepakatan dan kesanggupan dari I Gusti Ngurah Tambahan, lalu I Gusti Ngurah Tambahan beserta pengikutnya dating untuk menyelidiki keadaan wilayah Pasek Menyali.

Berkat Kedigjayaan beliau akhirnya diketahuilah tempat tinggalnya I Menaru yaitu di GOA BATU MEJAN / Togtog polo, daerah ini merupakan daerah perbatasan Jagaraga,Girimas sekarang ( dahulu Sangsit ) dan Bungkulan. Dengan keris pusakanya yang bernama KI BAAN KAU I menaru dapat ditaklukan karena jasa beliau, maka Jro Pasek Menyali memberikan hadiah tanah /wilayah disebelah barat tukad Aya.

Dengan didapatkannya hadiah dari Jro pasek Bulian dan Jro pasek Menyali yang wilayahnya sebagian disebelah timur Tukad Aya, sebagian lagi disebelah barat Tukad Aya, Maka I Gusti Ngurah Tambahan menyatukan kedua wilayah tersebut menjadi satu  ( Abungkul ) yang disebut BUNGKULAN   yang kita warisi sampai sekarang. Disamping itu nama Bungkulan identik dengan bulian, untuk mengenang jasa Jro Pasek Bulian kepada I Gusti Ngurah Tambahan. Setelah Desa Bungkulan terbentuk,Pura Pasek milik jro Pasek Menyali dijadikan Pura Desa Bungkulan,Keris Pusaka I Gusti Ngurah Tambahan sampai sekarang masih tersimpan didusun Jro Gusti, Bungkulan.

Demikian secara ringkas dan sederhana dapat kami paparkan riwayat/sejarah Desa Bungkulan, yang mana sampai saat ini penduduk yang tinggal di Desa ini dengan banyak trah / Golongan, namun keamanan masih dapat kita jaga bersama-sama dengan menjunjung tinggi rasa persaudaraan diantara pendatang yang ada, sehingga suasana tetap kondusif. Bilamana dikemudian hari ada suatu temuan yang mampu menjelaskan asal – usul nama Desa Bungkulan dengan kesepakatan bersama (Tokoh Mayarakat Bungkulan), maka tidak menutup kemungkinan akan ada tambahan cerita sejarah dari penyampaian saat ini, hal itu dikarenakan sampai saat ini belum ada yang memastikan secara pasti cerita sejarah yang telah tertuang diatas. 

 

Tradisi Nyepi Uma (Sawah) di Desa Bungkulan

 

 

Krama Subak Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, memiliki tradisi yang unik, yakni Nyepi Sawah atau biasa disebut dengan Nyepi Uma. Nyepi Uma dilaksanakan oleh petani yang menanam beras putih, yang digelar selama sehari. Saat Nyepi Uma, warga dan petani dilarang masuk areal persawahan atau subak.

Rentetan upacara menjelang Nyepi Uma dilaksanakan 2 hari sebelum pelaksanaan Nyepi Uma. Dimulai dari Krama Subak bersama perwakilan perangkat desa melaksanakan upacara di Pura Ulun Danu Batur. Tirta yang ditunas itu kemudian disebar ke masing-masing subak untuk dilakukan upacara lagi. Keesokan harinya bertepatan dengan Purnama Kedasa, krama Subak melaksanakan upacara Ngayu-ayu. Upacara adat Ngayu-ayu adalah sebuah upacara adat yang diadakan setiap 1 tahun sekali. Upacara Ngayu-ayu merupakan bentuk rasa syukur Krama Subak Desa Bungkulan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diberikannya kelimpahan hasil bumi. Dan keesokan harinya setelah dilaksanakan Nyepi Uma, dilanjutkan dengan Ngembak yang artinya warga dan petani bebas melakukan aktivitasnya di areal persawahan.

Dalam penyepian ini ada sanksi yang dijatuhkan bagi yang melanggar. Petani yang nekat melanggar ritual tersebut maka akan dikenakan sanksi berupa denda. Untuk nominal denda diatur sesuai kesepakatan karma subak masing-masing tempek.

Ada enam tempek yang melaksanakan Nyepi Uma di Desa Bungkulan. Ada Tempek Subak Yeh Lembu, Tempek Subak Lebeha, Tempek Subak Dalem, Tempek Subak Pungakan, Tempek Subak Guliang, dan Tempek Subak Yangai.

Makna dari pelaksanaan Penyepian Sawah ini juga tak jauh berbeda dari pelaksanaan Nyepi pada umumnya, yakni mengendalikan Buana Agung dan Buana Alit, dan memberikan kesempatan kepada semua makhluk untuk bernapas dan beristirahat.